home

Jumat, 22 Oktober 2010

Sebuah Renungan


Suatu hari, seorang motivator terkenal membuka seminarnya dengan cara unik. 
Sambil memegang uang pecahan AS $ 100, ia bertanya kepada hadirin, "Siapa yang mau uang ini?" 
Tampak banyak tangan diacungkan, pertanda banyak yang minat. 

"Saya akan berikan uang ini kepada salah satu dari Anda sekalian, tapi sebelumnya perkenankanlah saya melakukan ini." 
Ia berdiri mendekati hadirin. 
Uang itu diremas-remas dengan tangannya sampai berlipat-lipat. 

Lalu bertanya lagi, "Siapa yang masih mau uang ini?" 
Jumlah tangan yang teracung tak berkurang. 

"Baiklah," jawabnya, "apa jadinya bila saya melakukan ini?" ujarnya sambil menjatuhkan uang ke lantai dan menginjak-injaknya dengan sepatunya. :gila: 
Meski masih utuh, kini uang itu jadi amat kotor dan tak mulus lagi. 

"Nah, apakah sekarang masih ada yang berminat?" 
Tangan-tangan yang mengacung masih tetap banyak. 

"Hadirin sekalian, Anda baru saja mendapatkan sebuah pelajaran penting. 
Apa pun yang terjadi dengan uang ini, Anda masih berminat karena apa yang saya lakukan tidak akan mengurangi nilainya. 
Biarpun lecek dan kotor, uang ini tetap bernilai 100 dolar." 

Dalam kehidupan ini, kita pernah beberapa kali terjatuh, terkoyak, dan berlepotan kotoran akibat keputusan yang kita buat dan situasi yang menerpa kita. 
Dalam kondisi seperti itu, kita merasa tak berharga, tak berarti. 
Padahal apapun yang telah dan akan terjadi, Anda tidak pernah akan kehilangan nilai di mata mereka yang mencintai Anda. 

So, setiap kali merasa diri tak berarti, ingatlah akan selembar uang 100 dolar tersebut. 

Selasa, 19 Oktober 2010

Tugas_1_ekonometri

variabel dependen : copper

cari model regresi terbaik, kemudian lakukan uji asumsi :
- uji normalitas
- uji autokorelasi
- uji heteroskedastisitas
- uji multikolinearitas
dan lakukan penanganan jika asumsi diatas tidak terpenuhi


Tugas dikirim via email ke
email : hendra.perdana88@gmail.com
subject : nama_NIM
paling lambat
tanggal : 12 november 2010
pukul : 00.01 WIB
note
- laporan berupa softcopy ms.word
- data dikirim beserta workfile dari eviews

data dapat didownload disini

Jumat, 15 Oktober 2010

Menarik Cinta dengan Mengijinkan Diri Anda Menerimanya

LOVE,,,,,

Siapa sih di dunia ini orang yang tak ingin dicintai? Semua orang pasti mengidamkan dicintai oleh orang lain. Merasakan cinta merupakan sebuah kegembiraan tersendiri. Kita semua pasti tahu bagaimana memberikan cinta, tapi akan jadi masalah, saat kita tak tahu bagaimana menerimanya. Jika kita dapat menerima cinta sebanyak kita bisa memberikannya, maka lingkaran cinta akan berputar dengan penuh.
Masalahnya, sebagian besar dari kita sudah dikondisikan pada kepercayaan yang salah, untuk tidak menerima ungkapan kasih sayang dengan cara terbuka. Itulah kenapa sebagian dari kita tak bisa menerima pujian, pemujaan dan semua gerakan yang mengekspresikan kasih sayang. Kita selalu menolak, mencoba bersembunyi dari semua itu dan menanggapi dengan segala cara untuk tidak menunjukkan kebanggaan kita. Dan kita tak mengetahui kalau sebenarnya sedang menolak cinta yang diberikan pada kita, bukannya menerima dengan sepenuh hati. Bagaimana agar kita bisa menerima ungkapan kasih sayang dari orang lain secara terbuka, dan membuat diri kita dipenuhi cinta? Simak tips berikut ini.
*       Sadari bagaimana cara Anda merespon orang lain saat mereka menunjukkan cinta pada Anda. Apakah Anda merasa tak nyaman saat orang lain melihat Anda dan memperingatkan pada orang tersebut untuk tidak memperhatikan Anda? Saat seseorang mencoba bersikap baik pada Anda, apa Anda merasa tak bersedia menerimanya karena itu terasa aneh? Sebenarnya, bagaimana Anda merespon adalah bagaimana Anda menerima cinta yang diberikan orang lain pada Anda, tak peduli Anda menyadarinya atau tidak.
*       Semua tanggapan negatif yang kita buat adalah alasan kenapa kita kurang mendapat dan kurang dapat mengekspresikan cinta dari orang lain. Setiap kali orang lain menunjukkan kasih sayang, kita menanggapi dengan mengatakan, 'Tolong jangan tunjukan cinta padaku, aku tak bisa menerimanya' dan kita jadi bertanya-tanya, kenapa ada orang yang menerima kasih sayang dari banyak orang sedang kita tidak. Sebenarnya, kita lah satu-satunya yang menciptakan pengalaman itu dari orang lain. Kita memprogram bagaimana cara orang memperlakukan kita atau bagaimana mereka tak boleh memperlakukan kita. Kita lah yang membuat orang lain bereaksi negatif atau positif pada diri kita.
*       Jadi dari pada menolak ungkapan kasih sayang dari orang lain, sebaiknya terimalah dengan perasaan terbuka. Jika ada orang yang bersikap sangat baik pada Anda, terimalah mereka dengan cara yang hangat dan tunjukan itu lewat ekspresi di mata Anda bahwa Anda senang menerima ungkapan kasih sayang itu. Saat ada orang lain yang memuji, biarkan mereka melakukannya dengan bebas dan jangan lupa mengucapkan terima kasih untuk pujian mereka. Tunjukan bahwa Anda sebagai pribadi yang berharga, yang pantas menerima semua cinta dari orang lain yang dapat diberikan pada Anda, dan biarkan orang lain memberikannya dengan bebas pada Anda jika mereka mau.
*       Ada orang-orang yang menerima kasih sayang dengan cara yang sangat baik. Dan orang jenis ini selalu mendapat kasih sayang ke manapun mereka pergi. Mereka bertindak layaknya seorang bintang dan semua orang menyukainya. Orang-orang semacam ini selalu diharapkan kehadirannya oleh semua orang. Orang-orang akan mengajak Anda berbincang saat Anda menunjukan ketertarikan. Tunjukan rasa suka, mengagumi, sayangi orang lain dan inginkan mereka, dan sebagai balasannya mereka akan bersikap sama kepada Anda.
*       Buka diri Anda untuk cinta dengan mengijinkan orang lain mencintai Anda. Beri mereka hadiah dari mencintai Anda dengan bersikap menyenangkan dan menarik kasih sayang dari mereka. Ini adalah kunci ajaib untuk membuat orang lain mencintai Anda dan menunjukannya pada Anda. Biarkan orang lain menunjukan kasih sayangnya pada Anda dalam tindakan mereka, kata-kata dan ekspresi, dan beri mereka balasan yang baik. Dunia kita akan jadi lebih indah saat orang lain mengekspresikan kasih sayangnya pada kita dan menerima itu dengan sepenuhnya dan kita juga mengekspresikan perasaan sayang kita pada orang lain dan membiarkan mereka menerimanya secara penuh.
*       Beberapa dari kita menanggapi kasih sayang dengan segera membalasnya dengan ekspresi kasih sayang. Kita tidak benar-benar menerima cinta saat kita tidak membalasnya. Saat seseorang mengatakan, 'Aku sayang kamu' pada Anda, jangan langsung membalas dengan mengatakan, 'Aku juga sayang kamu.' Biarkan Anda merasakan kasih sayang itu untuk sesaat, terima lah dan biarkan merasuk dalam diri Anda. Tunjukan penghargaan lewat senyum dan binar di mata Anda. Lalu baru balas ungkapan kasih sayang dengan cara yang sama dengan mengatakan kalau Anda juga menyayangi orang tersebut. Lakukan hal yang sama jika Anda menerima pujian dari orang lain.
*       Untuk dapat menerima cinta dari orang lain, pertama-tama Anda harus bisa menerima cinta dari diri sendiri. Biasakan mengatakan 'Aku sayang diriku' dan biarkan perasaan cinta itu Anda rasakan secara menyeluruh di hati Anda. Bayangkan cahaya terang yang berasal dari energi cinta melingkupi Anda luar-dalam. Rasakan cinta untuk diri Anda sendiri, yang Anda berikan tanpa syarat dan setulus hati. Saat Anda melangkah dengan perasaan penuh cinta pada diri sendiri, Anda akan berada dalam bentuk yang tak dapat tergoyahkan oleh siapapun.
Bermula dari cinta pada diri sendiri inilah, Anda akan dapat memberikan cinta pada orang lain dengan tulus. Biarkan diri Anda dipenuhi oleh perasaan cinta yang berasal dari diri sendiri, dan jadi cinta itu sendiri. Dan dengan sendirinya perasaan itu akan dapat dirasakan oleh orang di sekeliling Anda. Biarkan perasaan kasih sayang itu menebar ke sekeliling, hingga orang lain dapat merasakannya. Saat Anda memberikan kasih sayang yang berakar dari diri Anda, maka orang lain akan membalasnya dengan bebas, karena Anda tak butuh cinta mereka sebagai balasan, diri Anda sudah dipenuhi cinta yang berasal dari diri sendiri. 

WELL, SELAMAT MENEMUKAN CINTA!

Kamis, 14 Oktober 2010

Kisah Sepotong Kue

Seorang wanita sedang menunggu di bandara suatu malam. Masih ada beberapa jam sebelum jadwal terbangnya tiba. Untuk membuang waktu, ia membeli buku dan sekantong kue di toko bandara, lalu menemukan tempat untuk duduk. Sambil duduk wanita itu membaca buku yang baru saja dibelinya. Dalam keasyikannya, ia melihat lelaki disebelahnya dengan begitu berani mengambil satu atau dua dari kue yang berada diantara mereka. Wanita tersebut mencoba mengabaikan agar tidak terjadi keributan. Ia membaca, mengunyah kue dan melihat jam. Sementara si Pencuri Kue yang pemberani menghabiskan persediaannya. Ia semakin kesal sementara menit-menit berlalu.

Wanita itupun sempat berpikir: "Kalau aku bukan orang baik sudah  kutonjok dia!“. Setiap ia  mengambil satu kue, Si lelaki juga mengambil satu. Ketika hanya satu kue tersisa, ia bertanya-tanya apa yang akan dilakukan lelaki itu. Dengan senyum tawa di wajahnya dan tawa gugup, Si lelaki mengambil kue terakhir dan  membaginya dua. Si lelaki menawarkan separo miliknya sementara ia makan yang separonya lagi. Si wanita pun merebut kue itu dan berpikir : “Ya ampun orang ini berani  sekali, dan ia juga kasar malah ia tidak kelihatan berterima kasih”. Belum pernah rasanya ia begitu kesal. Ia menghela napas lega saat  penerbangannya diumumkan.
Ia mengumpulkan barang miliknya dan menuju pintu gerbang. Menolak untuk menoleh pada si "Pencuri tak tahu terima kasih". Ia naik pesawat dan duduk  di kursinya, lalu mencari bukunya, yang hampir selesai dibacanya. Saat ia  merogoh tasnya, ia menahan nafas dengan kaget. Disitu ada kantong kuenya, di  depan matanya !!! Koq milikku ada disini erangnya dengan patah hati. Jadi kue  tadi adalah milik lelaki itu dan ia mencoba berbagi. Terlambat untuk minta maaf, ia tersandar sedih. Bahwa sesungguhnya dialah yang kasar, tak tahu terima kasih. Dan dialah pencuri kue itu!.
##################################################################################
Dalam hidup ini kisah pencuri kue seperti tadi sering terjadi. Kita sering  berprasangka dan melihat orang lain dengan kacamata kita sendiri serta tak jarang kita berprasangka buruk terhadapnya.
  • Orang lainlah yang selalu salah
  • Orang lainlah yang patut disingkirkan
  • Orang lainlah yang tak tahu diri
  • Orang lainlah yang berdosa
  • Orang lainlah yang selalu bikin masalah
  • Orang lainlah yang pantas diberi pelajaran

Padahal  
Kita sendiri  yang mencuri kue tadi kita sendiri  yang tidak tahu terima kasih.
Kita sering mempengaruhi, mengomentari, mencemooh pendapat, penilaian atau  gagasan orang lain . Sementara sebetulnya kita tidak tahu betul permasalahannya.

Jumat, 08 Oktober 2010

Kemiripan orang Indonesia dan orang Luar Negeri


Ronaldo dan Edwin

Ronaldikin &Ronaldinho

 
KIPLI &Ronaldinho jr. (ronaldinho waktu masi bocah)


Luna Maya &Mischa Barton

Indro Warkop &BIG Show


Amien Rais &Andriy shevchenko



Din Syamsudin (Politisi) &Carlo Ancelotti


 
Tamara Bleszynski &Claire Danes


 Jeremy Thomas & Luis Figo

 Presiden SBY & Nobita's Father

 
Wulan Guritno & Javier Zanetti && Julio Cruz



 
Tora Sudiro & Akira Jimbo


sumber : berbagai sumber

Permintaan Seorang Anak kepada Ayahnya

Tomi, Pimpinan sebuah perusahaan di Jkt,
tiba di rumahnya jam 9 malam.

Tak seperti biasanya anaknya, dinda, umur 9 th membukakan pintu untuknya.
Nampaknya ia sudah menunggu cukup lama.

"Kok, blum tidur?" sapa tomi

"Aku nunggu Papa pulang,
sbab aku mau tanya,
Berapa sih gaji Papa?"

"Kamu hitung ya..
Tiap hari Papa bekerja sekitar 10 jam & dibayar 400.000,
tiap bulan rata-rata 22 hari kerja,
kadang Sabtu masih lembur.
Berapa gaji Papa hayo?"


"Kalo 1 hari Papa dibayar 400.000 u/ 10 jam,
berarti 1 jam Papa digaji 40.000 dong"

"Wah, pinter kamu.
Sekarang cuci kaki, terus tidur ya.."

"Papa, aku boleh pinjam 5.000 gak?"

"Sudah, gak usah macama-macam..
Buat apa minta uang malam-malam gini? Tidurlah.."

"Tapi Papa…"

"Papa bilang tidur!"

Dinda pun lari menuju kamarnya sedih.

Usai mandi,
Tomi menyesali kekesalannya,
menengok dinda di kamar tidurnya sedang terisak sambil memegang 15.000


Sambil mengelus kepala dinda, tomi berkata,
"Maafin Papa ya..
Papa sayang sama dinda..
Tapi buat apa sih minta uang sekarang?

"Papa, aku gak minta uang.
Aku hanya pinjam,
nanti aku kembalikan kalo sudah menabung lagi dari uang jajan seminggu ini."

"lya, iya, tapi buat apa?"

"Aku nunggu Papa dari jam 8 mau ajak Papa main ular tangga 30 menit aja.
Mama sering bilang waktu Papa itu amat berharga.
Jadi, aku mau ganti waktu Papa.
Aku buka tabunganku hanya ada 15.000...
Karna Papa 1 jam dibayar 40.000,
maka setengah jam aku harus ganti 20.000..
Duit tabunganku kurang 5.000,
makanya aku mau pinjam dari Papa" kata dinda polos

Tomi pun terdiam.
Ia kehilangan kata-kata.
Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat dgn haru.

Dia baru menyadari,
ternyata limpahan harta yg dia berikan selama ini,
tak cukup u/ "membeli" kebahagiaan anaknya.

PESAN MORAL
"Bagi dunia kau hanya seseorang, tapi bagi seseorang kau adalah DUNIA-nya"



sumber : hikmah book

Kamis, 07 Oktober 2010

Who Moved My Cheese

“Tidak ada yang tetap, kecuali perubahan itu sendiri.” 


Tidak ada yang dapat kita lakukan untuk menghambat perubahan. Yang dapat kita lakukan hanyalah mengarahkan perubahan dan atau mengantisipasi perubahan.

Who Moved My Cheese, karangan Spencer Johnson, adalah buku yang bagus, inspiring dan mudah dipahami yang mengupas tentang bagaimana menyikapi perubahan.

Buku ini mengupas tentang dua hal berseberangan yang bekerja dalam diri kita, yaitu “SEDERHANA” dan “RUMIT”, yang diumpamakan melalui empat tokoh imajiner dalam sebuah kisah fiktif. Empat tokoh tersebut mewakili bagian dari kepribadian manusia, yaitu: Sniff, Scurry, Hem dan Haw . Sniff dan Scurry digambarkan sebagai dua ekor tikus, sementara Hem dan Haw digambarkan sebagai dua orang kurcaci. Keempatnya hidup dalam labirin-labirin, yang menggambarkan berbagai perubahan dan ketidakpastian. Buku ini banyak mengandung simbolisasi yang indah dan mudah ditangkap.

Kadang kita bertindak seperti Sniff, yang mampu mencium adanya perubahan dengan cepat, atau Scurry yang segera bergegas mengambil tindakan, atau Hem yang menolak serta mengingkari perubahan karena takut perubahan akan mendatangkan hal yang buruk, atau Haw yang baru mencoba beradaptasi dalam keadaan terdesak dan apabila melihat perubahan mendatangkan sesuatu yang lebih baik.

Berikut ini adalah kisah fiktif dan perumpaan yang menjadi inti buku dimaksud, dengan ringkasan dan perubahan:

WHO MOVED MY CHEESE

Hidup empat tokoh yang berlarian di dalam labirin mencari cheese untuk kesejahteraan dan kebahagiaan mereka. Dua di antaranya adalah tikus yang bernama “Sniff’ dan “Scurry”, dua lainnya adalah kurcaci se­besar tikus yang berpenampilan dan bertingkah laku sama seperti manusia pada saat ini. Namanya adalah “Hem” dan “Haw”.

Setiap hari tikus dan kurcaci tersebut menghabis­kan waktu mereka di dalam labirin mencari cheese kesukaan mereka.

Tikus-tikus, Sniff dan Scurry, yang hanya mampu berpikir sejauh otak binatang pengerat itu berpikir namun dikaruniai naluri yang baik, mencari cheese keras berlubang-lubang sama seperti yang dilakukan tikus-tikus lainnya.

Sementara itu kedua kurcaci, Hem dan Haw, menggunakan otak mereka, yang dipenuhi dengan berbagai dogma dan emosi, mencari Cheese yang berbeda yaitu Cheese dengan C besar.

Namun meskipun berbeda, kurcaci dan tikus memiliki kesamaan. Setiap pagi masing-­masing mengenakan pakaian jogging dan sepatu lari mereka, meninggalkan rumah kecil mereka, berlomba lari menuju labirin mencari cheese favorit mereka.

Labirin tersebut terdiri dari lorong panjang ber­kelok-kelok dan ruang-ruang yang beberapa di anta­ranya berisi cheese yang lezat. Namun demikian ada pula sudut-sudut gelap dan jalan tak bertuan yang menyesatkan. Sehingga mudah sekali bagi siapa saja tersesat di dalamnya.

Sementara itu, bagi mereka yang telah menemu­kan jalan, terdapat rahasia-rahasia yang membuat mereka bisa hidup senang.

Tikus-tikus, Sniff dan Scurry, menggunakan metode trial and error dalam mencari cheese. Mere­ka berlari ke satu lorong dan jika temyata kosong, mereka akan berbalik dan mulai mencari di lorong yang lain. Mereka mengingat lorong mana saja yang tidak menyimpan cheese dan dengan cepat pindah ke daerah lain.

Sniff bertugas melacak jejak cheese dengan mengendus-endus menggunakan hidungnya yang hebat, sedang Scurry yang akan berlari terlebih dulu. Mereka pernah juga salah arah dan sering menabrak tembok. Namun tak lama ke­mudian mereka akan menemukan kembali jalan yang benar.

Sama seperti tikus, kedua kurcaci, Hem dan Haw, juga menggunakan kemampuan berpikir dan belajar dari pengalaman mereka. Namun mereka bergantung pada otak mereka yang kompleks dalam mengem­bangkan metode menemukan Cheese.

Meskipun demikian mereka semua, Sniff, Scurry, Hem, dan Haw menemukan apa yang mereka inginkan dengan cara masing-masing. Dan pada suatu hari, mereka menemukan cheese kesukaan mereka di salah satu ujung lorong Cheese Station C!

Setelah itu, setiap pagi para tikus dan kurcaci se­gera memakai perlengkapan lari mereka dan langsung berlari menuju Cheese Station C. Tak lama kemudi­an hal itu menjadi kegiatan rutin mereka.

Sniff dan Scurry tetap dengan kebiasaan bangun pagi mereka dan langsung berlari ke dalam labirin, dan selalu mengikuti rute yang sama. Begitu sampai di tujuan, mereka menanggalkan se­patu lari dan mengikat kedua talinya, lalu mengalung­kannya di leher sehingga memudahkan mereka me­makainya saat memerlukannya nanti. Kemudian me­reka menikmati cheese.

Pada awalnya Hem dan Haw juga berlarian ke Cheese Station C setiap pagi untuk menikmati po­tongan Cheese baru yang lezat yang telah menunggu mereka.

Namun setelah beberapa saat kebiasaan para kurcaci berubah. Sekarang, Hem dan Haw bangun sedikit lebih siang, berpakaian sedikit lebih lama, clan kemudian baru berjalan ke Cheese Station C. Sekarang mereka sudah tahu di mana letak Cheese Station C dan jalan menuju ke sana.

Mereka tidak tahu dari mana datangnya Cheese itu dan siapa yang menempatkannya di sana. Mereka hanya berasumsi bahwa Cheese itu pasti ada di sana.

Setiap pagi, begitu Hem dan Haw sampai di Cheese Station C, mereka segera masuk dan berlaku seolah-olah di rumah sendiri. Mereka menggantung pakaian lari, melepas sepatu dan menggantikannya dengan sendal. Mereka merasa sangat nyaman saat ini karena telah menemukan Cheese. “Ini luar biasa,” kata Hem. “Tersedia cukup ba­nyak Cheese untuk kita selamanya.” Kurcaci-kurcaci itu merasa bahagia dan sukses, serta berpikir bahwa sekarang mereka sudah aman.

Segera sesudah itu Hem dan Haw mengangap Cheese yang mereka temukan di Cheese Station C adalah milik mereka. Tempat itu seperti toko Cheese yang luas dan mereka pun segera memindahkan ru­mah mereka lebih dekat ke sana dan mulai memba­ngun kehidupan sosial di sekitarnya.

Kadang, Hem dan Haw mengundang teman-te­man mereka untuk mengagumi tumpukan Cheese di Cheese Station C. Sambil menunjuk ke tumpukan itu dengan bangga, mereka berkata, “Cheese yang cantik, bukan?” Terkadang mereka membagikannya kepada rekan mereka, tapi kadang juga tidak. “Kami berhak mendapatkan Cheese ini,” kata Hem lagi. “Kami harus bekerja keras dan lama untuk me­nemukannya.”

Setiap malam para kurcaci berjalan perlahan me­nuju tempat tinggal mereka dengan membawa tum­pukan penuh Cheese, dan paginya dengan yakin me­reka akan kembali lagi untuk mengambil lebih banyak lagi.

Hal ini berjalan sampai beberapa saat. Dalam waktu singkat keyakinan Hem dan Haw pun berubah menjadi kesombongan akan keberhasil­an mereka. Segera mereka terjebak dalam kenyaman­an sehingga tidak menyadari apa yang sedang terjadi.

Sementara waktu berlalu, Sniff dan Scurry tetap melakukan kegiatan rutin mereka. Mereka tiba pagi-­pagi sekali, mengendus, mencakar, dan melacak dae­rah sekitar Cheese Station C, mereka melihat apakah ada perubahan yang terjadi dibandingkan kemarin. Baru kemudian mereka duduk dan memakan cheese.

Suatu pagi mereka tiba di Cheese Station C dan melihat tidak ada lagi cheese di sana.

Mereka tidak heran sama sekali. Karena Sniff dan Scurry sudah memperhatikan bahwa simpanan cheese tersebut semakin hari semakin menipis belakangan ini. Mereka sudah siap dengan keadaan ini, dan secara insting tahu apa yang harus mereka lakukan.

Mereka saling melihat, melepaskan sepatu lari yang mereka ikat dan digantungkan di leher, kemudian mengenakannya, lalu mengencangkan tali pengikatnya.

Tikus tidak melakukan analisis yang berlebihan.

Bagi tikus, masalah dan pemecahannya sama sederhananya. Situasi di Cheese Station C sudah ber­ubah. Maka Sniff dan Scurry memutuskan untuk ber­ubah juga. Mereka berdua mencarinya kembali di dalam labirin. Sniff pun mulai mengangkat hidungnya, me­ngendus, dan menganggukkan kepalanya ke arah Scurry, yang dengan cepat segera berlari masuk ke dalam labirin sementara Sniff mengikutinya dari bela­kang secepat ia bisa.

Dengan cepat mereka berangkat untuk menemu­kan cheese baru.

Di waktu siangnya, masih pada hari yang sama, Hem dan Haw tiba di Cheese Station C. Mereka tidak mem­perhatikan perubahan-perubahan kecil yang terjadi se­tiap hari, sehingga mereka merasa yakin bahwa Cheese mereka pasti ada di sana.

Mereka tidak siap menghadapi kenyataan di depan mereka.

“Apa?! Tidak ada Cheese?!” teriak Hem. Kemu­dian ia terus berteriak-teriak, “Tidak ada Cheese?! Ti­dak ada Cheese?!” Seolah-olah jika ia berteriak seke­ras mungkin seseorang bakal mengembalikan Cheese­-nya.

“Who Moved My Cheese?!” teriaknya. Akhirnya, sambil berkacak pinggang, wajahnya berubah merah padam, ia pun meraung keras sekali, “Ini tidak adil!”

Haw hanya menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya. Ia pun juga merasa yakin pasti menemukan Cheese di Cheese Station C. Ia berdiri di sana lama sekali, terpaku karena terguncang. Ia sama sekali ti­dak siap menghadapi hal ini.

Hem meneriakkan sesuatu, namun Haw tidak ingin mendengarkannya. Ia tidak mau menghadapi apa yang sedang terjadi, ia pun berusaha menyingkirkannya.

Tindakan para kurcaci sangat tidak menarik dan tidak produktif, namun bisa dipahami. Menemukan Cheese bukan pekerjaan mudah dan bagi para kurcaci lebih besar lagi artinya dibanding­kan dengan hasil yang hanya bisa dimakan setiap hari.

Menemukan Cheese adalah cara memenuhi pemikiran mereka bahwa mereka berhak untuk baha­gia. Bagi para kurcaci Cheese mempunyai arti lebih, tergantung dari rasanya. Bagi sebagian dari mereka, menemukan Cheese ber­arti menemukan hal-hal yang bersifat material, bagi yang lainnya bisa berupa hidup sehat atau mencapai kepuas­an spiritual. Bagi Haw, menemukan Cheese berarti menemukan rasa aman, mempunyai keluarga yang saling mencintai suatu hari nanti, dan tinggal di rumah yang nyaman di Cheddar Lane. Sedangkan bagi Hem, Cheese akan menjadi Cheese Besar (alat pengaruh) yang digunakannya un­tuk mempengaruhi orang lain dan untuk memiliki ru­mah besar di daerah elit, Camembert Hill.

Karena Cheese sangat berarti bagi mereka, kedua kurcaci tersebut memerlukan waktu yang lebih lama untuk memutuskan apa yang harus mereka lakukan. Hal yang bisa mereka pikirkan hanyalah tetap menca­ri-cari di sekitar Cheese Station C untuk memastikan bahwa Cheese tersebut memang benar-benar sudah lenyap.

Para kurcaci masih belum percaya. Mengapa hal ini bisa terjadi? Tak ada satu orang pun yang memberi peringatan kepada mereka. Ini tidak benar. Hal ini tidak biasanya terjadi.

Malam itu Hem dan Haw pulang ke rumah dalam keadaan lapar dan gundah. Namun sebelum mereka pergi, Haw menulis di dinding:

SEMAKIN PENTING ARTI CHEESE BAGI ANDA SEMAKIN INGIN ANDA MEMPERTAHANKANNYA

Keesokan harinya Hem dan Haw meninggalkan rumah mereka dan kembali ke Cheese Station C lagi, dengan harapan, siapa tahu dapat kembali menemukan Cheese mereka. Ternyata situasinya tidak berubah, Cheese itu sudah tidak ada lagi di sana. Para kurcaci tidak tahu harus berbu­at apa. Hem dan Haw hanya berdiri saja di sana, se­perti dua buah patung.

Hem menganalisa situasi tersebut berkali-kali sam­pai akhirnya otaknya yang canggih dan sistem kepercayaannya yang besar mengambil alih. “Menga­pa mereka memperlakukan aku seperti ini?” tuntutnya. “Apa yang sebenarnya terjadi di sini?”

Akhirnya Haw membuka matanya, melihat sekeli­ling ruangan dan berkata, “Eh, ke mana Sniff dan Scurry? Apakah mereka tahu sesuatu yang tidak kita ketahui?”

“Apa yang mereka ketahui?” kata Hem sinis.

Lanjut Hem, “Mereka cuma tikus biasa. Mereka hanya merespon apa yang terjadi. Kita adalah kurcaci. Kita lebih pintar dari tikus-tikus itu. Kita harus mampu mene­mukan jawaban terhadap apa yang telah terjadi.”

“Aku tahu, kita lebih pintar,” kata Haw, “namun tampaknya kita tidak bertindak lebih pintar saat ini. Situasi di sini telah berubah, Hem. Mungkin kita perlu berubah dan melakukan hal yang berbeda.”

“Mengapa kita harus berubah?” tanya Hem. “Kita kurcaci. Kita beda. Hal semacam ini tidak selayaknya menimpa kita. Atau jika terjadi, setidaknya kita men­dapatkan keuntungan darinya.”

“Mengapa kita harus mendapatkan keuntungan?” tanya Haw.

“Karena kita berhak,” kata Hem mantap. “Berhak atas apa?” kata Haw ingin tahu.

“Kita berhak atas Cheese kita.”

“Mengapa?” tanya Haw lagi.

“Karena, bukan kita yang menyebabkan bencana ini,” kata Hem. “Ini disebabkan oleh orang lain, maka kita harus mencari tahu.”

Haw mengusulkan, “Mungkin sebaiknya kita ber­henti menganalisa situasi ini dan mulai pergi mencari Cheese Baru.”

“Oh, tidak,” debat Hem. “Aku akan mencari akar permasalahannya.”

Sementara Hem dan Haw masih mencoba me­mutuskan apa yang akan mereka lakukan, Sniff dan Scurry telah menemukan jalan mereka. Mereka ma­suk jauh ke dalam labirin, keluar masuk lorong dan koridor yang ada, mencari cheese di setiap Cheese Station yang mereka temukan.

Mereka tidak memikirkan hal-hal lain selain men­cari Cheese Baru.

Memang, mereka tidak langsung menemukan cheese selama beberapa waktu, sampai akhirnya tiba di suatu bagian labirin yang belum pernah mereka datangi sebelumnya: Cheese Station N.

Mereka memekik kegirangan. Mereka menemu­kan apa yang mereka cari-cari: persediaan Cheese baru yang sangat banyak. Mereka tidak bisa mempercayai penglihatan me­reka. Tempat itu adalah toko cheese terbesar yang pernah dilihat oleh para tikus.

Sementara itu, Hem dan Haw masih kembali ke Cheese Station C untuk mengevaluasi keadaan me­reka. Mereka sekarang mulai menderita karena kelangkaan Cheese. Mereka menjadi putus asa dan saling menyalahkan satu sama lain sebagai penyebab penderitaan mereka.

Sering kali Haw memikirkan rekan tikus mereka, Sniff dan Scurry, serta bertanya-tanya apakah mere­ka sudah menemukan cheese atau belum. Ia yakin sekali mereka juga mengalami masa-masa sulit karena berlarian di dalam labirin yang tidak sedikit pun menjanjikan kepastian. Namun, ia juga tahu bah­wa keadaan semacam itu hanya akan berlangsung se­mentara.

Terkadang, Haw membayangkan Sniff dan Scurry telah menemukan Cheese baru dan sedang menik­matinya. Ia membayangkan mungkin sebaiknya ia juga berlarian berpetualang lagi di labirin, dan menemu­kan Cheese baru yang masih segar. Ia bahkan ham­pir bisa merasakannya.

Semakin jelas Haw melihat gambaran dirinya me­nemukan dan menikmati Cheese baru, semakin kuat pula dorongan dari dalam dirinya untuk meninggal­kan Cheese Station C.

“Ayo kita pergi!” teriaknya tiba-tiba.

“Tidak,” balas Hem dengan cepat. “Aku senang di sini. Nyaman. Kita sudah kenal. Di samping itu di luar sana sangat berbahaya.”

“Sama sekali tidak,” bantah Haw. “Kita sudah menjelajahi banyak tempat sebelumnya, kita bisa me­lakukannya lagi.”

“Aku sudah terlalu tua untuk itu,” kata Hem. “Dan aku takut, aku tidak ingin tersesat dan mengolok-olok diri sendiri. Kamu juga kan?”

Mendengar itu, ketakutan Haw akan kegagalan pun muncul kembali dan harapannya untuk menemukan Cheese baru pun surut.

Jadi, setiap hari mereka tetap melakukan hal-hal yang biasa mereka lakukan selama ini. Mereka pergi ke Cheese Station C, tidak menemukan Cheese, lalu pulang ke rumah, dalam keadaan khawatir dan putus asa.

Rumah mereka bukan lagi tempat peristirahatan bagi mereka seperti sebelumnya. Mereka sulit tidur dan sering mimpi buruk tentang tidak menemukan Cheese sama sekali. Namun, Hem dan Haw tetap saja kembali ke Cheese Station C dan menunggu di sana setiap hari.

Hem berkata, “Tahu tidak, jika saja kita bekerja lebih keras lagi kita akan menemukan bahwa tidak ada perubahan besar. Cheese itu mungkin saja ada di dekat kita. Mungkin mereka menyembunyikannya di balik dinding.”

Keesokan harinya, Hem dan Haw kembali dengan membawa peralatan. Hem membawa pahat, semen­tara Haw memukul-mukulkan palu sampai mereka membuat lubang di dinding Cheese Station C. Mereka mengintip ke dalamnya, namun tetap tidak menemukan Cheese.

Mereka kecewa namun masih yakin bahwa mere­ka yakin bisa memecahkan masalah itu. Maka mereka mulai bekerja lebih pagi, tinggal lebih lama, dan bekerja le­bih keras. Namun, setelah beberapa lama mereka be­kerja, yang mereka dapatkan hanyalah lubang besar di dinding.

Haw mulai menyadari adanya perbedaan besar antara aktivitas dan produktivitas.

“Mungkin,” kata Hem, “kita sebaiknya duduk dulu dan melihat apa yang akan terjadi. Cepat atau lambat mereka pasti akan menaruh Cheese itu lagi di sinil”

Haw sangat ingin mempercayainya. Maka setiap hari ia pulang ke rumah hanya untuk beristirahat dan kembali dengan enggan bersama Hem ke Cheese Sta­tion C. Namun Cheese tidak pernah muncul lagi.

Saat itu mereka menjadi semakin lemah karena lapar dan tertekan. Haw mulai bosan menunggu dan berharap akan adanya perubahan situasi. Ia mulai menyadari se­makin lama mereka berada dalam keadaan tanpa Cheese, keadaan mereka akan bertambah parah. Haw tahu mereka sudah sampai pada batas keku­atan dan kesabaran mereka.

Akhirnya, pada suatu hari Haw menertawakan di­rinya sendiri. “Haw (ha), Haw (ha), lihatlah keadaan kita. Kita tetap melakukan hal yang sama terus menerus dan bertanya-tanya mengapa keadaan tidak bertambah baik. Jika ini tidak bisa dibilang konyol, pasti ada istilah yang lebih lucu lagi.”

Sebenarnya Haw tidak menyukai ide untuk berlarian lagi di labirin, karena ia tahu akan tersesat dan tidak tahu dimana ia akan menemukan Cheese. Namun ia harus menertawakan kebodohannya, dan bagaimana rasa takutnya telah mempermainkan dirinya.

Ia bertanya kepada Hem, “Di manakah kita mele­takkan sepatu lari kita?” Butuh waktu lama untuk me­nemukannya, karena mereka telah memindahkan ba­rang-barang saat menemukan Cheese mereka di Cheese Station C, dan menurut mereka saat itu, sepatu itu tidak akan diperlukan lagi.

Ketika Hem melihat rekannya mulai mengenakan peralatan larinya, ia berkata, “Kamu tidak serius akan berlarian di dalam labirin lagi kan? Mengapa tidak menunggu saja di sini bersamaku sampai mereka me­naruh Cheese lagi di sini?”

“Karena, kamu tidak memahaminya,” kata Haw. “Aku sebenarnya juga tidak ingin kembali ke sana, Namun sekarang aku sadar mereka tidak akan pernah mengembalikan Cheese yang lalu ke sini. Inilah saat­nya menemukan Cheese baru.”

Hem membantah, “Tapi bagaimana jika di luar sana juga tidak ada Cheese? Atau kalaupun ada, tapi kamu tidak bisa menemukannya?”

“Aku tidak tahu,” jawab Haw. Ia sudah menanya­kan pertanyaan yang sama kepada dirinya sendiri berkali-kali dan merasakan ketakutannya muncul kembali. Ketakutan yang membuat ia berada di tempat yang sama sampai saat ini.

Ia bertanya kepada dirinya sendiri, “Di manakah kesempatan yang lebih besar untuk menemukan Cheese, di sini atau di dalam Labirin?”

Ia membayangkan sate gambar dalam angannya. Ia melihat dirinya sendiri keluar dari Labirin dengan senyum di wajahnya.

Meskipun gambaran itu mengejutkannya, namun hal itu membuatnya merasa lebih baik. Ia melihat diri­nya tersesat berkali-kali di dalam Labirin, namun cu­kup percaya diri bahwa akhirnya ia menemukan Cheese baru di luar sana bersamaan dengan hal-hal baik yang menyertainya. Ia mulai mengumpulkan keberaniannya.

Kemudian ia mulai menggunakan imajinasinya untuk menggambarkan gambaran yang paling ia yakini—­dengan detail yang realistis—bahwa ia akan mene­mukan dan menikmati rasa Cheese baru.

Ia melihat dirinya sedang makan Cheese Swiss yang berlubang-lubang, dan Cheese Amerika yang berwarna orange terang, Cheese mozzarella dari Italia, dan lembutnya Cheese Perancis Camembert, serta… kemudian ia mendengar Hem mengatakan sesuatu, dan menyadari bahwa mereka masih di dalam Cheese Station C.

Haw berkata, “Hem, kadangkala, sesuatu itu berubah dan mereka tidak akan pernah sama lagi. Itulah hidup! Kehidupan terus berjalan dan kita pun harus demikian.”

Haw melihat pada rekannya yang diam saja dan mencoba menjelaskan pemikirannya kepadanya, akan tetapi ketakutan Hem sudah berubah menjadi kema­rahan dan ia tidak lagi mau mendengarkan. Haw tidak bermaksud menyinggung temannya, akan tetapi ia harus menertawakan betapa bodohnya mereka berdua.

Saat Haw bersiap-siap untuk berangkat, ia mulai marasa lebih bergairah. Haw tertawa dan mengumumkan, “Inilah waktu­nya ber-LABIRIN!” 

Hem tidak tertawa dan juga tidak bereaksi.

Haw mengambil batu kecil yang tajam dan menu­liskan bahan untuk dipikirkan oleh Hem di dinding. Sama seperti kebiasaannya, Haw bahkan menggam­bar Cheese di sekelilingnya, dengan harapan tulisan itu bisa membuat Hem tersenyum, tergugah, dan mulai mengejar Cheese Baru.

Tertulis:

JIKA ANDA TIDAK BERUBAH ANDA AKAN PUNAH
Haw pernah punya keyakinan bahwa bisa jadi di da­lam sana tidak ada Cheese, dan mungkin ia tidak akan pernah menemukannya. Keyakinan yang timbul kare­na ketakutannya itu telah membekukan dan mem­bunuhnya. Haw tersenyum. Ia tahu Hem pasti sedang berta­nya-tanya “Who Moved My Cheese?” namun saat ini Haw sedang bertanya pula, “Mengapa aku tidak bangkit dan bergerak bersama Cheese lebih awal?”

Saat ia mulai masuk ke dalam labirin, Haw me­noleh lagi ke belakang, dan bisa merasakan kenya­manannya. Ia bisa merasakan dirinya ditarik ke dae­rah yang telah dikenalnya dengan baik—walaupun ia sudah lama tidak lagi menemukan Cheese di sana.

Haw menjadi lebih cemas dan bertanya-tanya apa­kah ia benar-benar ingin pergi ke dalam labirin. Ia menuliskan sesuatu di dinding yang ada di depannya dan menatapnya beberapa saat:

APA YANG ANDA LAKUKAN APABILA ANDA TIDAK TAKUT?
Ia tahu kadang rasa takut penting juga. Saat rasa takut menyerang, segala sesuatunya akan menjadi se­makin buruk jika kita tidak berbuat sesuatu, sehingga hal itu bisa mendorong kita untuk melakukan sesua­tu. Namun, rasa takut tak akan berguna jika terlalu takut sehingga tidak berani melakukan apapun.

Ia melihat ke sebelah kanannya, ke bagian labirin yang belum pernah dijelajahinya, dan rasa takutnya pun mulai menyerang. Kemudian ia mengambil napas dalam-dalam, berbe­lok ke kanan, masuk ke dalam labirin, sambil berlari-lari kecil menuju ke tempat yang belum diketahuinya.

Saat ia mencoba menemukan jalannya, pada mu­lanya Haw merasa khawatir, jangan-jangan ia sudah terlalu lama menunggu di Cheese Station C. Ia sudah lama tidak makan Cheese yang membuat keadaannya saat ini lemah. Ia memerlukan waktu yang lebih lama, dan lebih sulit untuk berjalan di dalam labirin diban­ding dulu. Ia memutuskan, jika ia mendapat kesem­patan sekali lagi, ia akan keluar dari zona kenik­matannya dan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi secepat mungkin. Hal itu akan membuat sega­lanya lebih mudah.

Kemudian Haw tersenyum simpul saat terlintas dalam pikirannya, “Lebih baik terlambat daripada ti­dak sama sekali.”

Selama beberapa hari Haw bisa menemukan se­dikit Cheese di sini dan sedikit lagi di sana, namun jumlahnya tidak cukup banyak untuk bertahan lama. Ia berharap bisa menemukan Cheese dalam jumlah cukup besar, sehingga bisa dibawa kembali ke tem­pat Hem berada dan untuk membujuknya keluar dan kembali masuk ke dalam labirin.

Namun saat ini Haw masih belum begitu percaya diri. Ia masih sering kebingungan di dalam labirin. Banyak hal sudah berubah sejak terakhir kali ia masuk ke sana.

Saat ia merasa sudah mendapat kemajuan, tiba-­tiba ia mendapati dirinya tersesat dalam lorong-lo­rong labirin. Perkembangannya seperti maju dua langkah lalu mundur lagi satu langkah. Itulah tantangannya, namun ia mengakui bahwa kembali ke labirin, memburu Cheese, tidaklah seburuk yang ia takutkan sebelumnya.

Setelah lewat beberapa waktu, ia mulai bertanya­-tanya, apakah cukup realistis jika ia berharap dapat menemukan Cheese baru. Kemudian ia tertawa, menyadari bahwa saat ini tak ada sesuatu yang bisa ia makan.

Setiap kali ia merasa takut, ia mengingatkan diri sendiri akan apa yang sudah ia lakukan, betapa tidak nyamannya saat itu, bahwa keadaan saat ini jauh le­bih baik dibanding dengan keadaan tanpa Cheese untuk dimakan. Kini ia memegang kendali, tidak lagi pasrah pada keadaan.

Kemudian ia mengingatkan dirinya sendiri, jika Sniff dan Scurry saja bisa berjalan terus, tentu ia juga bisa!

Kemudian, saat Haw melihat kembali ke belakang, baru disadarinya bahwa lenyapnya Cheese di Cheese Station C tidaklah terjadi begitu saja seperti yang dipercayainya selama ini. Jumlah Cheese yang ada, memang semakin berkurang, dan yang tertinggal pun sudah tua. Rasanya sudah tidak enak.

Bahkan jamur pun sudah bertumbuhan di atas cheese-cheese tua itu. Namun ia tidak begitu mem­perhatikan. Diakuinya juga, jika ia menyempatkan diri memperhatikan hal-hal tersebut, pasti ia sudah bisa menduga apa yang akan terjadi. Namun itu tidak ia lakukan.

Sekarang Haw sadar bahwa perubahan tidak akan mengejutkannya jika ia selalu memperhatikan kejadi­an-kejadian yang ada dan mengantisipasi perubahan yang terjadi. Mungkin itulah yang telah dilakukan oleh Sniff dan Scurry.

Ia memutuskan untuk lebih waspada mulai seka­rang. Ia akan menyongsong perubahan yang datang dan mengatasinya. Ia akan lebih memperhatikan nalurinya untuk merasakan saat perubahan akan ter­jadi dan mempersiapkan diri untuk menyesuaikan diri.

Ia berhenti untuk beristirahat dan menulis di dinding Labirin:

CIUMLAH CHEESE SESERING MUNGKIN SEHINGGA ANDA TAHU SAAT IA MULAI MEMBUSUK
Beberapa waktu kemudian, sesudah sekian lama tidak juga menemukan Cheese, Haw menemukan se­buah Cheese Station besar yang tampak menjanji­kan. Namun saat ia masuk ke dalamnya, ia sangat kecewa karena ternyata kosong.

“Perasaan kosong ini sudah sering aku rasakan,” pikirnya. Ia merasa putus asa dan ingin menyerah saja.

Kekuatan Haw jauh menurun. Ia tahu ia tersesat dan takut kalau tidak bisa bertahan hidup. Ia berpikir untuk berbalik arah dan kembali ke Cheese Station C. Paling tidak jika ia kembali, dan Hem masih ada di sana, ia tidak akan sendirian. Kemudian ia menanya­kan pertanyaan yang sama lagi, “Apa yang akan saya lakukan jika saya tidak takut?”

Haw merasa bahwa ia sudah bisa mengatasi rasa takutnya, namun sebenamya ia lebih sering merasa takut dibandingkan keberanian yang ia akui, bahkan pada dirinya sendiri. Ia tidak selalu begitu yakin akan penyebab rasa takut itu, namun dalam kondisi yang semakin lemah, ia tahu bahwa sebenarnya ia takut pergi sendiri. Haw tidak mengetahuinya, hal itu terja­di karena rasa takut yang ditimbulkan oleh berbagai macam kepercayaan yang diyakininya lebih mendo­minasi dirinya.

.Haw bertanya-tanya apakah Hem juga sudah mu­lai bergerak, atau masih terbelenggu oleh ketakutan­-ketakutannya. Kemudian Haw ingat masa-masa ter­baiknya saat berada di tengah belantara labirin. Yaitu saat is terus bergerak.

la menulis lagi di dinding, karena tulisannya lebih merupakan pengingat bagi dirinya sendiri dibanding sebagai petunjuk jalan bagi temannya si Hem, dengan harapan diikuti:

GERAKAN KE ARAH BARU MEMBANTU ANDA MENEMUKAN CHEESE BARU
Haw melihat jauh ke jalan setapak yang gelap, dan ia sadar kalau ia takut. Apa yang ada di depan sana? Apakah kosong? Atau bahkan lebih buruk lagi, ada bahaya mengancam? Ia mulai membayangkan hal-hal yang menakutkan yang bisa terjadi pada dirinya. Ia membuat dirinya sendiri ketakutan setengah mati.

Kemudian ia tertawa sendiri. Ia sadar bahwa rasa takut akan membuat keadaan menjadi bertambah bu­ruk. Maka ia pun melakukan apa yang akan ia laku­kan jika ia tidak takut. Ia bergerak ke arah yang baru.

Saat ia mulai berlari memasuki lorong yang gelap itu, ia pun tersenyum. Ia tidak menyadari sebelum­nya, namun ia menemukan hal yang menyejukkan jiwanya. Ia merelakan yang telah terjadi dan memper­cayai apa yang ada di depannya, meskipun ia tak tahu apa yang menantinya di depan sana.

Di luar perkiraannya, ia mulai menikmati apa yang dilakukannya. “Mengapa aku merasa sangat senang?” Pikirnya keheranan. “Aku tidak punya Cheese secuil pun dan tak tahu akan ke mana.”

Segera setelah itu, ia tahu apa yang membuatnya bahagia.

Ia berhenti dan menulis lagi di dinding:

SAAT ANDA MENINGGALKAN RASA TAKUT DI BELAKANG ANDA AKAN MERASA BEBAS
Haw menyadari bahwa dirinya telah terbelenggu oleh rasa takutnya sendiri. Bergerak menuju arah yang berbeda telah membebaskannya. Sekarang ia bisa merasakan tiupan angin dingin yang menyegarkan di bagian labirin tersebut. Ia mengambil napas panjang beberapa kali dan merasakan energi baru mengalir ke dalam tubuhnya. Begitu ia bisa mengatasi rasa takutnya, ternyata berada di labirin terasa lebih menyenangkan, berbeda dengan yang dulu dipercayainya.

Sudah lama Haw tidak merasakan hal seperti itu. Bahkan ia sudah hampir lupa betapa menyenangkan­nya mengejar Cheese.

Agar segalanya menjadi lebih baik, Haw mulai melukis gambar angan-angannya lagi. Ia melihat di­rinya secara utuh sedang duduk di tengah tumpuk­an Cheese kesukaannya—baik Cheddar maupun Brie! Ia melihat dirinya makan Cheese favoritnya sebanyak ia mau, dan ia menikmati pemandangan yang dilihatnya. Kemudian ia membayangkan ba­gaimana puasnya ia bisa merasakan rasa Cheese yang enak-enak itu.

Semakin jelas ia melihat bayangan dirinya menikmati Cheese baru, semakin nyata dan yakin bahwa hal itu bisa didapatkannya. Ia bisa merasakan bahwa ia memperoleh semuanya.

Ia menulis:

MEMBAYANGKAN DIRIKU SENDIRI SEDANG MENIKMATI CHEESE BARU, BAHKAN SEBELUM AKU MENEMUKANNYA, TELAH MENGARAHKAN AKU KEPADANYA
Haw tidak lagi berpikir tentang kerugian yang ba­kal ia derita, sebagai gantinya ia memikirkan tentang apa yang akan ia peroleh.

Ia terheran-heran mengapa sebelumnya ia selalu berpikir bahwa perubahan akan selalu berakibat bu­ruk. Sekarang ia menyadari bahwa perubahan bisa mengarah ke sesuatu yang lebih baik.

“Mengapa aku tidak bisa melihat hal ini sebelum­nya?” tanyanya pada diri sendiri.

Dan kemudian ia pun berlari sepanjang labirin de­ngan kekuatan dan semangat yang jauh lebih besar dari sebelumnya. Tak lama kemudian ia menemukan Cheese Station dan sangat gembira ketika melihat ada sepotong Cheese Baru terlihat di dekat pintu masuk.

Ada berbagai jenis Cheese yang belum pernah ia lihat sebelumnya, namun semuanya kelihatan enak. Ia mencobanya dan ternyata memang enak.

Ia memakan hampir seluruh Cheese baru yang ada dan menyimpan sedikit di kantongnya untuk di­makan kemudian atau bahkan untuk dibagikan kepa­da Hem. Kekuatannya pun mulai pulih.

Ia memasuki Cheese Station baru itu dengan pe­nuh kegembiraan. Namun, ternyata di dalamnya ko­song, sungguh mengecewakan. Seseorang sudah le­bih dulu menghabiskan Cheese di situ dan hanya me­ninggalkan kepingan-kepingan kecil Cheese baru.

Ia menyadari bahwa jika saja ia bergerak lebih ce­pat, ia akan menemukan banyak Cheese baru di sini.

Haw memutuskan untuk kembali dan akan meli­hat apakah Hem sudah siap untuk bergabung.

Saat ia berbalik ke jalan yang pemah dilewatinya, ia berhenti dan menulis di dinding:

SEMAKIN CEPAT ANDA MELUPAKAN CHEESE LAMA SEMAKIN CEPAT ANDA MENEMUKAN CHEESE BARU
Beberapa saat kemudian Haw kembali ke Cheese Station C dan menemukan Hem di sana. Ia mena­warkan sepotong Cheese baru, namun ditolak.

Hem menghargai tawaran temannya itu, namun katanya, “Kupikir aku tidak akan suka Cheese baru. Itu bukan yang biasa aku makan. Aku ingin Cheese-­ku kembali dan aku tidak akan berubah sampai aku dapatkan yang aku mau.”

Haw hanya bisa menggelengkan kepalanya, ke­cewa, dan dengan enggan kembali keluar seorang diri. Saat ia tiba kembali di ujung tempat terjauh yang per­nah ia jelajahi, ia pun merasa kehilangan teman, na­mun menyadari ia menyukai apa yang sedang dite­mukannya. Bahkan sebelum menemukan impiannya, persediaan Cheese baru yang banyak, jika ada, ia tahu bahwa yang membuatnya bahagia bukanlah ha­nya memiliki Cheese.

Ia bahagia karena tidak dikejar-kejar oleh rasa takutnya. Ia menyukai apa yang sedang ia lakukan sekarang.

Menyadari hal ini, Haw tidak lagi merasa selemah saat ia masih tinggal di Cheese Station C tanpa Cheese. Kesadaran bahwa ia tidak akan membiarkan rasa takutnya menghentikannya dan bahwa ia seka­rang menuju ke arah baru membuat Haw bersemangat dan merasa kuat.

Sekarang ia merasa bahwa tinggal menunggu wak­tu saja sebelum ia menemukan yang ia butuhkan. Bah­kan ia sudah bisa merasakan ia telah menemukan apa yang ia cari.

Ia tersenyum saat menyadari:

JAUH LEBIH AMAN PERGI MENCARI CHEESE DI LABIRIN DIBANDING TETAP BERTAHAN DALAM KEADAAN TANPA CHEESE
Haw kembali menyadari, seperti yang pernah ia rasakan sebelumnya, yaitu bahwa apa yang kita takutkan tidaklah seburuk yang kita bayangkan. Ke­takutan yang kita biarkan berkembang dalam pikiran kita jauh lebih buruk daripada kenyataan sebenarnya.

Ia pernah sangat takut kalau-kalau tidak bisa me­nemukan Cheese lagi, dan oleh karenanya ia takut untuk mulai mencari. Namun sejak ia memulai perja­lanannya ia menemukan cukup banyak Cheese di lo­rong-lorong untuk membantunya bertahan. Dan se­karang ia berencana untuk mendapatkan lebih banyak lagi. Hanya berencana saja sudah membuatnya ber­gairah.

Pemikirannya di masa lalu telah tertutup oleh awan kecemasan dan ketakutannya. Ia pernah berpikir akan kekurangan Cheese, atau Cheese-nya tidak bisa ber­tahan lama. Ia juga lebih banyak berpikir tentang aki­bat buruk apa yang akan terjadi dibandingkan kebaik­an apa yang bisa ia peroleh.

Namun hal itu sudah berubah saat ia meninggal­kan Cheese Station C.

Ia pernah punya keyakinan bahwa Cheese seba­iknya tidak boleh dipindahkan dan perubahan adalah sesuatu yang salah.

Saat ini ia menyadari bahwa perubahan akan sela­lu terjadi, baik kita mengharapkannya atau tidak. Per­ubahan hanya bisa mengagetkan kita jika kita tidak mengharapkannya dan tidak memperkirakannya.

Saat menyadari bahwa keyakinannya telah beru­bah, ia berhenti untuk menulis di dinding:

KEYAKINAN LAMA TIDAK AKAN MEMBAWA KEPADA CHEESE BARU
Haw belum lagi menemukan Cheese, namun saat ia berlarian di dalam Labirin, ia memikirkan pelajar­an-pelajaran yang ia dapatkan.

Haw sekarang sadar bahwa keyakinan barunya membentuk perilaku yang baru pula. Tindakannya saat ini sangat berbeda dengan apa yang ia lakukan saat masih bolak balik ke station cheese yang kosong dulu.

Ia tahu saat Anda mengubah keyakinan Anda maka tin­dakan Anda pun berubah.

Bisa saja Anda percaya bahwa perubahan akan mencelakakan Anda sehingga Anda menolaknya. Na­mun bisa pula Anda berkeyakinan bahwa menemu­kan Cheese baru akan sangat membantu Anda, oleh karena itu Anda menyambut perubahan yang terjadi.

Itu semua tergantung dari pilihan keyakinan Anda.

Ia menulis di dinding:

JIKA ANDA SADAR BAHWA ANDA BISA MENEMUKAN DAN MENIKMATI CHEESE BARU MAKA ANDA AKAN MENGUBAH HALUAN
Haw mengakui jika saja ia lebih cepat mengatasi perubahan yang terjadi dan meninggalkan Cheese Sta­tion C dari awal, mungkin keadaannya sudah lebih baik. Ia akan merasa lebih kuat dan sehat lahir batin serta siap menghadapi tantangan pencarian Cheese baru. Bahkan, mungkin ia sudah menemukannya se­karang jika saja ia siap mengantisipasi perubahan, daripada membuang waktu untuk menyangkal bah­wa perubahan sudah datang.

Ia menggunakan imajinasinya lagi dan melihat di­rinya telah menemukan Cheese baru dan sedang me­nikmatinya. Ia memutuskan untuk terus menjelajahi bagian-bagian yang belum diketahuinya di dalam Labirin, dan menemukan sedikit Cheese di sana-sini. Haw pun mulai mendapatkan kembali kekuatan dan kepercayaan dirinya.

Saat ia memikirkan tempat asalnya dulu, Haw merasa gembira karena telah menulisi dinding labirin di beberapa tempat. Ia yakin tulisan-tulisan itu bisa men­jadi petunjuk jalan bagi Hem, jika ia memutuskan un­tuk meninggalkan Cheese Station C.

Haw hanya berharap ia menuju ke arah yang be­nar. Ia memikirkan tentang kemungkinan Hem membaca Tulisan Tangan di Dinding dan menemu­kan jalannya.

Ia menulis di dinding, suatu hal yang telah beru­lang kali dipikirkannya:

MEMPERHATIKAN PERUBAHAN-PERUBAHAN KECIL SEJAK AWAL AKAN MEMBANTU ANDA MENYESUAIKAN DIRI TERHADAP PERUBAHAN BESAR YANG AKAN MUNCUL
Saat ini, Haw telah bisa melupakan masa lalu dan menyesuaikan diri dengan situasi sekarang.

la meneruskan pencariannya di dalam labirin de­ngan kekuatan dan kecepatan yang terus bertambah. Dan tak lama kemudian, terjadilah….

Saat ia merasa bahwa ia akan terjebak dalam labirin selamanya, perjalanannya—atau setidaknya per­jalanannya saat ini—berakhir dengan cepat dan meng­gembirakan.

Haw menyusuri sebuah lorong yang belum per­nah dimasukinya, berbelok, dan ia menemukan Cheese baru di Cheese Station N!

Saat ia masuk, pemandangan di depannya mem­buatnya sangat terkejut. Tumpukan Cheese tampak ada di mana-mana, benar-benar persediaan Cheese terbesar yang pernah dilihatnya. Tidak semua Cheese dikenalnya, karena beberapa di antara Cheese tersebut ada yang baru kali ini dilihatnya. Untuk sesaat ia bertanya-tanya apakah ini benar-­benar terjadi atau hanya khayalannya saja, sampai ia melihat dua teman lamanya, Sniff dan Scurry.

Sniff menyambutnya dengan anggukan kepala, dan Scurry melambaikan cakarnya. Perut mereka yang membuncit menunjukkan bahwa mereka sudah cu­kup lama berada di sana.

Haw dengan cepat membalas salam itu dan sege­ra mencicipi semua Cheese kesukaannya. Ia melepas sepatu larinya, mengikat kedua talinya, dan mengalungkannya di leher. Sniff dan Scurry tertawa. Mereka menganggukkan kepala tanda setuju. Kemu­dian Haw menerjang Cheese Baru. Saat ia sudah kenyang, diangkatnya sepotong Cheese segar dan bersulang. “Selamat untuk Cheese!“

Saat Haw menikmati Cheese-nya, ia mengingat­-ingat kembali pelajaran yang diperolehnya.

Ia sadar saat ia merasa takut berubah ia ter­belenggu oleh bayangan mengenai Cheese lama yang sebetulnya sudah tidak ada lagi.

Jadi apa yang membuatnya berubah? Apakah rasa takut akan coati kelaparan? Haw tersenyum, karena hal semacam itu kadang bisa membantu juga.

Kemudian ia tertawa dan menyadari bahwa ia mulai berubah saat la belajar untuk menertawakan dirinya sendin atas kesalahan yang ia lakukan. Ia sadar bahwa cara tercepat untuk berubah adalah dengan menertawakan kebodohan diri sendiri—sehingga kita bisa merelakan, melupakan, dan dengan cepat mulai bergerak.

Ia tahu, ia telah belajar hal yang sangat berguna dari rekan tikusnya, Sniff dan Scurry. Mereka mem­buat hidup ini sederhana. Mereka tidak memperumit masalah. Saat si­tuasi berubah dan Cheese dipindahkan, mereka ber­ubah dan bergerak mengikuti Cheese. la akan meng­ingat hal itu.

Haw juga menggunakan otaknya yang luar biasa untuk melakukan hal yang bisa dilakukan lebih baik oleh kurcaci dibandingkan tikus.

Ia juga menyadari bahwa halangan terbesar untuk berubah terletak di dalam diri sendiri, dan masalah­nya tidak akan membaik jika tidak berubah.

Mungkin yang paling penting adalah selalu ada Cheese baru di luar sana baik disadari maupun tidak. Dan itu baru bisa didapatkan setelah mengatasi rasa takut dan menikmati petualangan.

Ia tahu rasa takut itu penting, karena akan menja­uhkan kita dari bahaya. Namun ia menyadari sebagian besar ketakutannya tidak masuk akal dan meng­halanginya untuk berubah saat diperlukan.

Saat itu ia tidak menyukai perubahan, Namun ter­nyata perubahan tersebut menjadi suatu karunia yang mengantarnya menemukan Cheese yang lebih baik.

Saat Haw mengingat-ingat hal yang telah dipe­lajarinya, ia teringat temannya Hem. Ia bertanya-ta­nya apakah Hem sudah membaca pesan-pesan yang ia tuliskan di dinding Cheese Station C dan labirin. Apakah Hem sudah memutuskan untuk merela­kan dan mulai bergerak? Apakah ia telah masuk ke dalam Labirin dan menemukan hal-hal yang membu­at hidupnya lebih baik? Ataukah Hem tetap saja membatu karena ia tidak mau berubah?

Haw berpikir untuk kembali lagi ke Cheese Sta­tion C untuk melihat apakah Hem masih ada di sana—dengan asumsi ia masih bisa mengingat jalan kem­bali. Jika ia menemukan Cheese di sana, ia mungkin bisa menunjukkan cara bagaimana ia bisa keluar dari kesulitan yang dihadapinya. Namun Haw juga sadar bahwa ia sudah rernah mencoba untuk membuat temannya itu berubah.

Hem harus bisa menemukan jalannya sendiri, ke­luar dari rasa nyamannya dan mengatasi rasa takutnya. Tak ada seorang pun yang bisa melakukan hal itu untuknya atau membujuknya. Ia harus bisa melihat keuntungan dari perubahan yang terjadi bagi dirinya.

Haw tabu bahwa ia sudah meninggalkan petunjuk jalan bagi Hem dengan itu ia pasti bisa menemukan jalan, yang diperlukan hanya membaca tulisan tangannya di dinding.

Ia menghentikan lamunannya dan menulis ringkasan pelajaran yang diperolehnya di dinding terbesar di Cheese Station N. Digambarnya potongan Cheese yang besar di sekeliling kebenaran-kebenaran yang diperolehnya, dan ia tersenyum saat melihat apa yang telah ia dapatkan:

PERUBAHAN SELALU TERJADI, MAKA PERHATIKAN PERUBAHAN DAN BERSIAPLAH UNTUK MENGANTISIPASINYA. SESUAIKAN DIRI DENGAN CEPAT, BERUBAHLAH SEIRING PERUBAHAN DAN NIKMATILAH PETUALANGAN MENGARUNGI PERUBAHAN TERSEBUT.
Haw tahu ia telah banyak berubah sejak terakhir kali ia bersama Hem di Station Cheese C, namun ia juga sadar bahwa dengan mudah ia bisa kembali ke kebiasaan lama jika ia merasa terlalu nyaman. Oleh karena itu, setiap hari ia memeriksa Station Cheese N untuk melihat keadaan Cheese-nya. la melaku­kan segalanya agar perubahan tidak lagi mengejutkannya.

Meskipun Haw mempunyai persediaan Cheese yang sangat banyak, ia masih sering menjelajahi labirin dan mendatangi daerah-daerah baru, sehingga ia akan tetap tahu apa yang terjadi di sekitarnya. Menurutnya jauh lebih aman jika ia menyadari pilihan-pilihan yang ada di depannya dibandingkan mengunci diri dalam zona kenyamanannya sendiri.

Kemudian, Haw mendengar suara yang menurut­nya berasal dari dalam labirin. Saat suara ribut itu semakin keras terdengar, ia sadar bahwa seseorang sedang menuju ke sana.

Hemkah yang datang? Diakah yang akan muncul di belokan sana?

Haw berharap seperti yang sering ia lakukan selama ini bahwa mungkin akhir­nya temannya mampu untuk…

BERGERAK BERSAMA CHEESE DAN MENIKMATINYA!